Abstract:
|
Karakteristik yang menonjol dari prinsip restorative justicea adalah kejahatan ditempatkan sebagai gejala dari tindakan sosial dan bukan sekedar pelanggaran hukum pidana. Kejahatan lebih dipandang sebagai sebuah tindakan yang merugikan orang lain dan merusak hubungan sosial. Berbeda dengan hukum pidana yang telah menarik kejahatan sebagai masalah negara dan hanya negara yang berhak menghukum, meskipun sebenarnya komunitas adat bisa saja memberikan sanksi serta Penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui restorative justice di Polres Sidenreng Rappang tidak menghapuskan tindak pidana karena perkara tersebut hanyalah dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak ditemukannya bukti yang cukup. Penghentian penyidikan ini dituangkan dalam Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang ditindak lanjuti dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). SP3 tersebut sewaktu-waktu dapat dibuka kembali apabila diajukan pra-peradilan oleh salah satu pihak sehingga dengan perintah putusan pengadilan, penyidikan perkara tindak pidana penipuan yang dihentikan penyidikannya dapat dibuka kembali penyidikannya. Selanjutnya Terdapat beberapa hambatan yang menjadi kendala bagi Penyidik Satreskrim Polres Sidenreng Rappang dalam menangani perkara tindak pidana penipuan menggunakan prinsip restorative justice, yaitu adanya tuntutan dari keluarga korban yang dinilai terlalu besar, sehingga pelaku tidak sanggup untuk mengabulkannya. |